Saptadasa
catatan satu
durja
kemana kau bawa terbang srimaganti?
yang dibawa ribuan sriti pergi
dewi sri menangis redup
ditangisinya durma
yang nadanya menyayat-sayat hati
catatan dua
aku sampai di tengah laut
ini perjalanan pulang atau pergi?
kutinggalkan-kutanggalkan
batara kala sedang memandangiku
hai cahaya
kemana pendarmu pergi?
tak kudapati kamu di lembayung senja
karena aku melewatkannya dengan percuma
catatan tiga
saptadasa
jangan pandangi aku dalam keadaan palsu
besok lagi-- setiap hari
kumasukkan otak ke dalam saku bajuku
kusimpan lalu dijual dengan keresahan perutku
jangan dikira lapar tak bisa tertahan
sampai mati, sampai mati
tak akan kujual untuk menukar melega lapar
catatan empat
manusia, mau sia, anus ia--
meratakan jalan-jalan berlubang desa
aspal panas dan debu-debu deru
kudapati kamu di jalan menari
mukamu muram
oh saptadasa
aku menangis semalaman di kereta kuda
aku ingat kamu
yang merintih perih
ditindih-nindih mendidih air muka riangmu
palsu
kamu ada
menempel di ujung-ujung pencecapku
digairah sudut klitorisku malu berdenyut
ah manusia
lelagi mataku kuning karena tembakau dari paman di sebrang sawah birumu
kamu ada
di jerit-jerit kecil angin bau rumput lembab dan basah
di tanaman paku dan lelumutan
kamu tempeli dirimu di sendal jepitku
di lecet kakiku
di lonceng-lonceng pintu pura
ah kamu
mengapa kamu tega tinggali besi-besi karat kapal?
dimana-mana kemana
kamu dimana diam kemana
bayangan hitam merah kemana-mana dia ikut
bukan
karena kamu bukan dia
kamu nyata
NYAAT!
ah kamu
saptadasa
cahaya tak pernah mati sayang
walau setitik diatas bukit
walau diluar-luar nalar
pasti ada
dua kali dalam perjalanan ini
sepanjang kakiku pergi
dua bintang jatuh dari langit
batara kala tak pernah membunuhnya
aku percaya
setelah ini kamu yang meredam luka
cinta kita saling menyerap
aku berharap
catatan kaki
terima kasih selalu ada dimana-pun aku melangkah.
oh saptadasa
durja
kemana kau bawa terbang srimaganti?
yang dibawa ribuan sriti pergi
dewi sri menangis redup
ditangisinya durma
yang nadanya menyayat-sayat hati
catatan dua
aku sampai di tengah laut
ini perjalanan pulang atau pergi?
kutinggalkan-kutanggalkan
batara kala sedang memandangiku
hai cahaya
kemana pendarmu pergi?
tak kudapati kamu di lembayung senja
karena aku melewatkannya dengan percuma
catatan tiga
saptadasa
jangan pandangi aku dalam keadaan palsu
besok lagi-- setiap hari
kumasukkan otak ke dalam saku bajuku
kusimpan lalu dijual dengan keresahan perutku
jangan dikira lapar tak bisa tertahan
sampai mati, sampai mati
tak akan kujual untuk menukar melega lapar
catatan empat
manusia, mau sia, anus ia--
meratakan jalan-jalan berlubang desa
aspal panas dan debu-debu deru
kudapati kamu di jalan menari
mukamu muram
oh saptadasa
aku menangis semalaman di kereta kuda
aku ingat kamu
yang merintih perih
ditindih-nindih mendidih air muka riangmu
palsu
kamu ada
menempel di ujung-ujung pencecapku
digairah sudut klitorisku malu berdenyut
ah manusia
lelagi mataku kuning karena tembakau dari paman di sebrang sawah birumu
kamu ada
di jerit-jerit kecil angin bau rumput lembab dan basah
di tanaman paku dan lelumutan
kamu tempeli dirimu di sendal jepitku
di lecet kakiku
di lonceng-lonceng pintu pura
ah kamu
mengapa kamu tega tinggali besi-besi karat kapal?
dimana-mana kemana
kamu dimana diam kemana
bayangan hitam merah kemana-mana dia ikut
bukan
karena kamu bukan dia
kamu nyata
NYAAT!
ah kamu
saptadasa
cahaya tak pernah mati sayang
walau setitik diatas bukit
walau diluar-luar nalar
pasti ada
dua kali dalam perjalanan ini
sepanjang kakiku pergi
dua bintang jatuh dari langit
batara kala tak pernah membunuhnya
aku percaya
setelah ini kamu yang meredam luka
cinta kita saling menyerap
aku berharap
catatan kaki
terima kasih selalu ada dimana-pun aku melangkah.
oh saptadasa