Dialog antara Aku dan Pintu Bordes


hari ini tanggal enam belas di bulan pertama di tahun dua ribu-an 
aku pergi mengembara dan melewati dua puluh empat jam perjalanan jauh
aku pergi dengan naik kereta api kelas tiga
seperti biasa tidak ada yang lebih menarik selain mengamati manusia
sedang entah kenapa hari ini aku sibuk dalam duniaku sendiri
mungkin gelisahku tak dapat kuredam 
selama hampir dua puluh empat jam aku tak bicara dengan siapapun
aku tak bertatap mata dengan apapun
kuhabiskan berlembar buku saja
dan banyak batang rokok
heranlah aku dalam dua puluh empat jam ini 
kuhabiskan hampir lima gelas kopi -aku bahkan tidak pernah suka kopi-
memang sengaja kuhindari karena kusadari lambungku tak bersahabat dengannya
pikiranku mengambang entah dimana
kutahu hatiku remuk
dan aku tak punya sahabat dalam perjalanan ini
barulah kutahu semua yang telah terjadi disebut dengan terlanjur
atau jangan jangan karena memang belum kutemui tujuanku
letih aku dalam pencarianku
juga pendalamanku memahami
dan tahulah aku sekarang bahwa aku benar benar hidup
tak ada teman bicara
aku hanya membatin
ya, kecuali pintu bordes kereta api yang kusenderi
aku menyenderi dirinya sambil mengepul rokok
tapi ternyata sepertinya dia agak keberatan dengan perlakuanku
sikap aroganku membuatnya geram
jujur aku tak tahu kenapa dia pikir aku angkuh
di hantamnya jari tanganku dengan sangat keras
ya, rasanya panas dan sampai terasa di ujung kakiku
dalam hitungan menit jariku membengkak
dan aku tertawa dalam kesendirian itu
barulah aku tahu sekarang
benar semua yang terjadi bukan lagi takdir
takdir bukan kelayakan
itu bernama terlanjur
dan akrab dengan penyesalan